
So, how I met my (then) fiance, Marcio?
I haven’t really written our story anywhere before, at least not yet. Tapi aku cerita tentang pertemuanku dengan Marcio udah ke banyak orang. Awalnya sih rada malu HHAHAHHAHA, because it’s not like in a romantic love story yang kitanya amprokan dan eh saling ambilin barang2 yang berjatuhan dan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Not at all! Bahkan to be honest, I didn’t think I could love him when we first met. It was very casual, but I know I like him and he is fun to be with. Then, okelah, aku akan ceritakan sejarah pertemuan kami. Maybe ini juga bisa jadi pengingat kalau nanti kami menua dan terlupa dengan kenangan2 manis di saat pertama bertemu…. Huahahhahaha!
Jadi di awal tahun 2016, aku pindah ke Jakarta dari kota kecil di Bali Utara. Kenapa aku memberanikan diri pindah ke kota sebesar Jakarta TANPA PEKERJAAN, dan tanpa kepastian bakal ngapain, sepertinya udah banyak yang tau, dan kayaknya aku gak tulis dulu disini. Long story short, karena aku tinggal sendiri (walau adik kembarku, Ning juga di Jakarta, tapi kami gak tinggal bareng) maka aku menyibukkan diri dengan segala jenis pekerjaan yang bisa kuambil. Jadi setelah apply apply, dalam waktu yang terbilang singkat, aku bisa dapet beberapa pekerjaan. Full time dan Freelance. Gak hanya itu, aku juga kursus Bahasa Prancis 3 hari seminggu. Semuanya untuk menyibukkan diri dan gak bikin aku mikir banyak hal tentang kesedihan, kesendirian dan semua yang menyakitiku. So, I was doing some healing treatments for myself by making myself busy.
Alhasil aku kerja dan kursus dari Senin sampai Senin. Sampai cari waktu buat main bareng Ning dan Agra aja susahnya minta ampun. Tapi kesibukan itu malah bikin aku ngerasa sendiri lagi, dan pengen rasanya punya temen ngobrol. Entah kenapa aku kangen suasana bisa ngobrol akrab dengan seseorang dan saling berbagi cerita tentang keseharianku. Dan disanalah aku akhirnya memutuskan untuk install aplikasi TINDER hahhaha yang digadang2 akan mempertemukan kita dengan seseorang yang match dengan apa yang kita mau.
Karena ngerasa aku gak akan punya waktu untuk deket dan ngobrol dengan seseorang, disana lah akhirnya aku coba-coba and iseng pake tinder, ya who knows ketemu temen ngobrol yang cocok. Wokeh, kriteria temen tinder yang aku cari adalah:
- Asik diajak ngobrol dan open minded
- Yang gak ngajak pacaran (like seriously, I wasn’t ready with any relationship)
- Gak expecting anything physical and okay dengan chat aja (mengingat aku sibuk banget dan gak yakin punya waktu untuk hal2 beginian)
- Dan tidak mengajak menikah! HUAHAHHAHAHHA!
Ohya, cara kerja Tinder itu, dy kasi kita pilihan, kalo kita suka profilenya dan orangnya (this is it, ini emang rada2 physical sih hahaha) kita bisa swipe right yang artinya kita bisa lanjut chat kalau ternyata org itu juga nge-swipe right kita (means kita match dan kita bisa lanjut chat). Kalau kita gak suka, don’t bother, swipe left aja. Honestly, main tinder ini gak seasyik yang dibayangkan. Bukannya picky atau gimana, tapi emang aku keseringan swipe left. Gak ada yang menarik! Susah banget cari yang pas. Sekalinya ngeswipe right, setelah diajak ngobrol eh mulai ilfeel karena orang tersebut gak masuk dalam kriteriaku.
By the way, kebanyakan orang Indonesia, setelah diajakin chat mulai tanya yang serem2, misalnya, karena kita beda agama, apa nanti kalau nikah, aku mau convert? WHAAAAATTT? So no! I mean, aku belum siap nikah, kita ketemu aja belum! Ada juga yang belum ketemu tapi berasa kita udah pacaran. DOH! Please, umur berapa sih? Jadi mau gak mau, aku rada berhati2 ngswipe right. Banyak yg maunya ketemu, pacaran, nanya mau convert agama trus nikah! Gak salaaaah, gak ada yang salah sama hal ini. Beberapa cewek pasti mau yang begini. Mau lelaki yang memberi kepastian! Tapi di kasusku, aku sedang gak mencari yang begitu. Aku belum mau kepastian! Maaf 🙁
Dan pada suatu hari, waktu males2n buka tidur sambal geletakan di kasur, profilnya Marcio muncul. Aku geser geser tuh fotonya, duuuhhh gak ada cakep2nya huahahhaha, dy kayak gak pinter gitu lo pilih foto. Profilku di tinder aku isi dengan foto yang representative, by representative means: (a) Gak fake picture yang pake filter berlebih, ini antisipasi kalau ketemuan a.k.a kopi darat, at least cowoknya gak kaget banget karena beda dengan fotonya, (b) Gak jelek2 amat, yang at least bisa memberikan gambaran buat yg liat gimana tampangku kalau aku senyum (c) Pos foto pas aku traveling, nunjukin kalo aku gak sempit banget maennya dan (d) pos foto kondangan dengan baju yang pas di badan, waktu itu niatku sih showing off juga kalo ak punya postur yang fit dan gak malu-maluin diajak kondangan (JANGAN DITANYA SEKARANG!) wkwkwkkwk.
Tapi eh, si Marcio ini post foto jamannya dy umur 15 taun gitu, yang kurus dan kecil. Aku cek lagi foto2nya, gelap dan pengambilan angle yang kurang bagus. Baiklah, kalau dari segi physical agak kurang sesuai. Aku hampir aja swipe left, setelah lelah melakukan itu berkali2 dan mikir untuk lanjut tidur aja, waktu aku ngeliat tulisan di bionya gede2 “SWIPE LEFT IF YOU CANNOT SPEAK ENGLISH” Whaaaaaaaaaattttt?????? Songong amat nie orang! Sebagai orang yang bs bicara Bahasa Inggris, harga diriku jatuh kalau aku swipe left HUAHHAHA, akhirnya dengan berat hati ku swipe right, dengan pikiran aku akan ignore aja kalau nie orang nyatanya emang songong dan gak asik. Dan taraaaa… ternyata kita match, dan doi mulai text aku huahahhaha…
Naaah kurang lebih begitulah percakapanku di awal2. Cukup menarik. Btw foto di atas aku ambil hari ini, jadi profilnya udah berubah. Aku inget waktu kita masih temenan dan saling support untuk dapetin pacar (jadi waktu itu kita kaya, Damn we are too good to be together. We don’t wanna ruin this friendship with shitty thing like love and relationship) aku nyuruh dy rubah informasi profilenya jadi lebih proper hahahhaa, dan juga aku masukin foto2 yang lebih representative. Next without we even realized it, kita chat, ketemu dan ngobrol banyak hal.
Aku masih inget pertama kali ketemu Marcio. Itu di derah Radio Dalam. Aku bahkan masih ingat dengan jelas baju dan celana yang dy pakai. Baju denim dan celana jeans. Kesan pertama, physically, I am not interested. Hey yaaa, you should see him at that time. Beda banget lo sama sekarang hehehe, He is looking sooooo much better now (karena dirawat dengan baik dan happy selalu penuh cinta dan kasih sayang huahahhah!) But then waktu itu aku memutuskan, kalau ini bukan ajang pencarian model dan juga belum tentu jadi arena cari pacar, so aku ga terlalu pusingin soal penampilan. Lagian please deh, aku juga bukan model atau artist, faaarrr from that (tapi seriously, Marcio selalu bilang aku cantik, like seriously every single day, huahahhaa mudah2an lama insyafnya!).
Then, surprised banget karena bahkan di pertemuan pertama kami bisa terbuka dan blak blakan tentang satu sama lain. Sweaaarrr kayak berasa botol ketemu tutupnya, ngclick banget. Saking cocoknya, aku dan Marcio mulai takut ngerasa jatuh cinta, soalnya kita kayak soulmate bestfriend yang asiiiiikk banget kalo ngobrol. Banyak hal yang aku gak ceritain ke orang lain, tapi aku ceritain ke Marcio. Yakin juga itu yang terjadi sama Marcio, terlebih dy orangnya introvert and selective speaker, jadi unlike me yang terbuka dan cepet akrab dengan orang, Marcio cenderung tertutup dan ga suka cerita soal pribadinya. But ya, sama aku dy cerita semuanya, katanya sih waktu itu dy gak nyangka kita bakal pacaran, secara dy udah cerita hal2 buruknya, gak yakin juga aku mau sama dy. Karena udah terlanjur, ya udah aku juga cerita banyak hal, dari yang bikin ketawa sampai yang bikin nangis. Aku juga cerita kalau aku gak siap dengan any relationship. Kalau aku terlalu rapuh dan gak yakin aku bisa belajar mencintai orang baru lagi.
But then, dengan kekuatan bulan, hahahhaha kedeketan dan keasyikan pertemanan kami menciptakan perasaan yang kuat kalo kami gak mau satu sama lain jalan bareng dengan orang lain, even chat sama orang lain di tinder. Huahhh! Dan pada suatu hari, datanglah Marcio kepadaku, duh sebenernya adegannya romantis, tapi gak bisa diceritain dengan kata2 huahhahha, intinya Marcio bilang “I might need to break my own rule. I know I told you that I am not ready to be in relationship, and neither are you. But, I think I will never be ready to lose you, I wanna be with you. Would you be my girlfriend?” Huahahahhahahahhaa….. aku langsung bilang “Yes, why don’t we try”
Dan pacaranlah aku dua tahun lalu sama Marcio ini. Horeee! Gak terlalu banyak masalah berarti di antara kami, I mean kami kaya sahabat, saudara, pacar. Seneng banget punya seseorang yang bisa kita ajak ngobrol dengan asik dan gak ada abisnya. Dan of course kami gak pakai tinder lagi, bahkan jauh sebelum jadian (karena ceritanya mau ngejaga perasaan satu sama lain, padahal pacaran aja belum). So, I guess, tinder works! At least di cerita kami sampai hari ini. But maybe it’s not about tinder, maybe it’s us who were lucky to find each other . So yang pengen main tinder, entah untuk iseng2 atau serius, why dont you give it a shot, siapa tau kalian juga beruntung 🙂
UPDATE: We are officially married on 13 March 2019!! Seneng banget karena akhirnya bisa update tulisan ini and share the news. So, dating apps is not that bad, it is quite hopeful!
Hi mba Ari, aku Glory dari Jakarta. Aku baru membaca cerita pengalaman mba ini hari ini, 30 Mar 2021. Karena aku newbie di Tinder, dan sebenarnya lg galau sekarang sama 1 pria yg aku kenal dr sana. Pengen berbagi juga pengalamanku, yg sebenarnya lebih miris & agak minder sm pengalaman mba, haha.. Boleh aku share via email aja mba? Karena aku ga mainan sosmed jg. Dan kalau aku cerita by email sptnya bs lbh lengkap versinya. Jd klo boleh tau emailnya mba apa ya?
hi mbak Glory. Boleh mbak email saya di gustianamettasari@gmail.com
Ditunggu yaa