Sudah lama sekali saya ingin berkunjung ke Parahyangan Agung Jagatkarta atau yang lebih dikenal dengan Pura Gunung Salak. Kepikiran banget gimana keluarga atau semeton2 di Bali sering berbondong-bondong maturan ke Pura ini, sementara saya yang tinggal di Jakarta maah belum pernah menyempatkan diri maturan ke Pura Gunung Salak. Padahal jaraknya dari Jakarta, dibandingkan dari Bali ke Bogor, duuuhh… deket banget. Jadilah pada tanggal 19 Agustus 2017, saya membulatkan tekad untuk berkunjung sekaligus maturan ke Pura Gunung Salak.
Sebelumnya yang sering membuat jadi jadi enggak enggak buat pergi kesana adalah karena saya gak tau jalan menuju kesana dan harus pake apa LOL. Alasan kedua adalah karena saya gak ada temen juga buat berkunjung kesana hiks… Buat saya yang terbiasa kemana-mana bareng temen, suka rada keki dan ngerasa sedih kalo kemana2 sendiri. uh, bener2 gak mandiri! So, untuk alasan pertama, saya cari-cari tau dulu di google. Ternyata banyak review temen-temen yang udah pernah kesana, cara tergampang adalah dengan naik kereta (walaupun saya kepikiran untuk sewa mobil sebagai plan B). Setelah saya browsing2, ternyata pergi kesana dengan kereta terlihat cukup gampang dan saya sudah “training” coba-coba naik kereta beberapa kali hehehe…sepertinya saya siap untuk ngebolang lebih jauh dengan kereta. Alasan kedua saya overcome dengan cara mengajak pacar saya, Marcio, yang walaupun lebih betah sante2 mager di rumah dengan laptopnya, tapi ternyata bersuka cita waktu diajak ke Bogor. Dan yes, akhirnya kami pun ready untuk berangkat.
Setelah membekali Marcio dengan speech bahwa saya hanya mengandalkan info google dan gak tau jalan sama sekali sehingga ada kemungkinan kami akan tersesat, berangkatlah kami ke stasiun Sudirman menuju Bogor. Kami berdua belum terlalu familiar dengan sarana transportasi kereta api LOL, jadi apa-apa nanya ke orang-orang. Hal pertama yang saya baru tau tentang KRL adalah, mesin pencetak tiketnya. Yeaaayyy, keren banget. Udah berasa kaya di Korea karena ternyata untuk pesen tiket, kita gak usah pake ke loket segala dan dilayani manusia, tapi tinggal pencet-pencet mesin, masukkan uang dan tarraaa…tiket kereta udah tercetak. Duh, saya kemana aja? Selama ini saya naik KRL pake flash, jadi gak pernah ngeh kalau tiket kereta ini ada mesinnya huahahaha. Tarif KRL dari Stasiun Sudirman ke Stasiun Bogor juga murah banget. Ckckkck saya langsung segera mengcross plan B saya naik mobil. Harga tiket KRL cuma Rp.6000 saja per orang, ditambah dengan deposit kartu Rp.10000, kami berdua hanya bayar Rp. 32000 juga ke Bogor. Cihuuuyy!
Perjalanan dengan KRL berjalan mulussss, walaupun di tengah jalan saya sempat stress berat karena sakit perut akibat semalam minum rebusan daun jati Cina yang kabarnya mampu melangsingkan LOL. Bener-bener gak disarankan deh minum itu sebelum perjalanan jauh. Kami mulai perjalanan pukul 10 dan sampai kurang lebih pukul 12 di Stasiun Bogor.
Oke, tantangan selanjutnya adalah mencari mobil yang bisa mengantar kami ke Pura Gunung Salak yang terletak di daerah Ciapus. Sempat harap harap cemas gak ada mobil yang mau mengantar kami ke sana, dan ya ternyata bener, setelah menunggu beberapa menit memang gak ada taksi/mobil online yang mau pick up kami. Fyuuuhh! Langsung saja saya googling lagi dan berusaha cari angkutan umum menuju kesana. Karena keliatannya gak terlalu sulit dan Marcio looked fine dengan rencana naik angkot ini, langsung lah kami mencari angkutan umum menuju BTM (Bogor Trade Mall) dari Stasiun Bogor. Mencari angkot dari Stasiun Bogor gampang banget, karena mereka udah berbaris mengular mencari penumpang. Dan karena penumpang banyak, jadilah kami duduk berdesak-desakan, but oke walaupun Marcio keliatan kegerahan dan gak nyaman, saya santai-santai aja. Well, hidup gak selamanya harus nyaman kan, ada beberapa hal yang butuh perjuangan juga. So, oke, saya ignore dia yang keliatannya butuh perhatian, dengan menikmati pemandangan Bogor dari jendela angkot yang mengantar kami. Ohya kami cuma bayar Rp. 10.000 aja untuk perjalanan singkat naik angkot ini, okelah ya, daripada jalan kaki.
Sampai di BTM kami jalan-jalan sebentar hahaha, masih berharap ada mobil/taksi online yang akan mengantar kami. Dan ternyata tidak, teman-teman, jadilah saya baca-baca blog lagi dan segera mengajak Marcio naik angkot lagi kesana. Dia tampak lelah tapi tidak menolak, mungkin takut terkena keganasan saya yang akan marah-marah kalau dia komplain. Aduuuhh, what a bad girlfriend. Syukurnya, kami termasuk sering jalan-jalan berdua kemana-mana, jadi Marcio sudah cukup mengerti segala Do’s and Dont’s selama jalan-jalan dengan saya. Sesuai arahan penulis blog yang saya temukan di Google, kami pun menyetop angkot yang menuju Ciapus. Saya gak inget angkot nomer berapa, intinya adalah banyak-banyak bertanya. Di saat seperti ini emang bener ya, malu bertanya sesat di jalan. Jadi waktu saya tanya-tanya, langsunglah ada mas-mas yang bantu untuk menyetop angkot untuk kami. Perjalanan dengan angkot kali ini cukup panjang dibanding dengan sebelumnya. Mungkin sejaman ya. Dan sesuai dengan info di blog, kami harus siap untuk diturunkan di persimpangan yang ada plakat Pura Agung Jagatkarta, dan gak bakal bisa langsung turun di depan Pura. Kami pun turun di persimpangan dan membayar Rp. 20.000. Ko mahal banget ya, emang segitukah tarifnya, atau karena saya bawa-bawa Marcio yang notabene hidungnya mancung? Karena males saya komplain, Marcio langsung bayar dan ngasi saya speech mengenai betapa worth it nya Rp 20.000 itu ketimbang harus mati gaya di BTM gak ketemu Grab atau Go Driver. Okay, point’s taken!
Nah ini dia yang menarik, menurut penulis blog yang reviewnya saya baca, di persimpangan itu bakal ada banyak motor yang akan mengantar kami ke Pura. Tapi hari itu, tempat nongkrong ojek-ojek terlihat sepi, dan kami mulai was-was kalau kami gak bisa kesana. But eiiitsss, di blognya penulis bilang perjalanan dari persimpangan cuma kurang lebih sekiloan, so jalan kaki aja bisa ko. Apalagi dengan pemandangan gunung yang asri dan cuaca yang sejuk, sekilo pasti sangguplah. Challenge accepted! Kami pun memutuskan berjalan kaki. Tapi sodara-sodara, please kalo kunjungan kesini, naik ojek aja udah… jalan kakinya booo capeeek pake bangeeettttsss. Jalannya tanjakan yang lumayan terjal dan sekilo itu berasa gak nyampe2. Lelaaahhhhh. Syukur saya dianugerahi Marcio yang paham segala Do’s and Dont’s kalo saya sedang kecapean dan kelaperan. Tas saya pun di ambil alih dan dimasukkan ke tasnya, so saya bisa jalan kaki tanpa beban. Asiiikkk! Walaupun tetep aja capek dan keringetan.
Sampai di depan Pura, saya udah megap-megap keringetan, kegerahan, kecapean dan kelaperan. Kami pun menuju warung di depan Pura yang menyediakan sambel bongkot! ohhhh… God is good. Langsung saja saya makan lalapan daun singkong, sambel bongkot dan ikan laut kesukaan saya. Duuhh, bahkan saat nulis ini saya langsung ngileeerrrssss..
Oke, setelah makan, saya langsung pakai kamen dan mulai naik ke Pura. Pemandangannya sangat indah dan sejuuukkk.. Saya merasa beruntung hari itu bisa tangkil ke Pura Gunung Salak dan juga bersembahyang disana. Mudah-mudahan di waktu yang lain saya bisa berkunjung kembali 🙂
Leave a Reply